Jumat, 13 Maret 2009

SERIKAT BURUH: HUBUNGAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI

‘Jika serikat-serikat buruh telah memilih secara spontan seorang anggota partai sebagai pemimpin mereka, itu berarti bahwa serikat-serikat buruh itu secara sukarela bersedia menerima arahan-arahan dari partai.’
(Gramsci, dalam Passato e presente)

Catatan-catatan penting Gramsci mengenai serikat buruh, dan relasi antar serikat buruh, serta mengenai relasi hakiki antara serikat buruh dan partai ditulis hampir seluruhnya selama periode antara tahun 1919 dan 1922. Catatan-catatan itu dimuat dalam mingguan atau harian Ordine Nuovo pada saat ketika keputusan untuk menanggalkan paham reformisme dalam tubuh Partai Sosialis dan untuk membentuk sebuah partai yang revolusioner telah menjadi matang dalam pemikiran Gramsci dan yang lainnya. Namun, terdapat catatan-catatan menarik mengenai tema ini, termasuk dalam Prison Notebooks -yang karena alasan-alasan yang bisa dimaklumi karena adanya sensor politik dan yang terutama karena pengunduran diri Gramsci dari dunia politik aktif, menjadikan catatan-catatan Notebooks mengenai tema ini tampak jauh berbeda dari watak dari yang sebelumnya.

Ada begitu banyak polemik, terutama dalam tahun-tahun terakhir ini, mengenai dewan pabrik dan mengenai arti penting dari konsep ini dan dari perealisasian konsep tersebut bagi Gramsci. Tanpa berniat untuk menyangkal bahwa dewan-dewan pabrik merupakan ide par excellence (ide terbaik) dimana di seputar ide itu, pertempuran politik dan perjuangan kultural dari mingguan Ordine Nuovo berlangsung -karena Gramsci sendiri membenarkan hal itu,- perlu dikatakan dengan segera bahwa arti penting dari ide tersebut telah terlalu dilebih-lebihkan. Gramsci memang menyajikan solusi-solusi yang brilyan dan bernilai baru terhadap problem-problem lain seperti aliansi antara kaum buruh dan kaum petani, penelitian tentang peran yang dimainkan oleh para intelektual dalam sejarah Italia, dsb, namun sejauh mengenai dewan-dewan pabrik, solusi yang diajukannya barangkali terlihat menarik dan bernilai, namun hanya terbatas pada dunia Turin dan pada tahun-tahun selama Gramsci turut dalam dunia politik. Dalam tahun-tahun yang lebih kemudian, pada saat dia menjadi seorang pemimpin dan kemudian sekretaris Partai Komunis, Gramsci jarang membicarakan tentang dewan-dewan pabrik. Dia juga tak menyebut secara langsung ide mengenai dewan-dewan pabrik dalam Prison Notebooks meski Notebooks telah menjadikan sebagai pusat bahasannya tema-tema (seperti kaum intelektual, partai, hegemoni) yang telah ditetapkan dan dikembangkan Gramsci selama masa penempaan politiknya pada masa-masa perjuangan.
Penjelasan di atas perlu disebutkan. Namun, penjelasan ini diajukan bukan dalam rangka seperti yang dilakukan dalam perdebatan tanpa hasil yang baru-baru ini berlangsung antara para sejarawan dan para sarjana yang mempelajari karya-karya Gramsci yang terbelah menjadi dua pihak dalam hal mengenai garis ‘Leninis’ yang murni dalam argumen Gramsci di sana-sini. Sebenarnya, pembacaan secara sekilas terhadap karya Gramsci sudah cukup untuk membuat orang menjadi segera sadar bahwa, dengan pengecualian beberapa catatan dalam Passato e presente, bahasan tentang serikat-serikat buruh dan relasi mereka dengan partai, dan mengenai dewan-dewan pabrik hampir tak ada sama sekali dalam seluruh isi Notebooks dan juga sebagian besar tak muncul dalam artikel-artikelnya yang dimuat sebelum atau setelah dimuatnya artikel-artikel tentang tema-tema tersebut dalam L’Ordine Nuovo.
Dalam sebuah catatan ringkas yang diterbitkan pada tahun 1918 dalam Il Grido del Popolo, Gramsci memulai analisisnya mengenai serikat-serikat buruh dengan menegaskan bahwa ‘kemunculan koperasi-koperasi pertanian dan pengelompokan-pengelompokan mereka ke dalam serikat-serikat buruh haruslah menjadi sebuah fenomena yang bersifat spontan’. Dan beberapa bulan kemudian, Gramsci berhadapan dengan problem fundamental mengenai relasi antara serikat-serikat buruh dan partai. Konfederasi Buruh (General Confederation of Labour) berada di tangan kaum reformis, di tangan ‘elemen-elemen borjuis kecil’ dan turut berperanan dalam memperkuat sistem kapitalis. Inilah yang menjadi alasan mengapa terjadi konflik antara CGL dan partai, yaitu konflik antara sebuah organisme yang berupaya untuk menyembunyikan dirinya ‘di bawah kedok efisiensi teknik’ dengan sebuah organisme yang berupaya untuk terlibat dalam politik di arena perjuangan kelas. Di sisi lain, konflik ini tak akan dan tak akan mungkin bisa menjadi krisis yang bersifat meluas karena krisis dalam tubuh CGL hanya merupakan krisis dari para pemimpinnya, dan karena itu bisa dengan mudah diselesaikan jika seluruh kamerad telah memutuskan untuk berpartisipasi secara lebih aktif dalam kehidupan dan perjuangan serikat buruh.
Bahasan historis mengenai asal-usul, batas-batas dan fungsi dari serikat-serikat buruh menjadi berkembang seiring dengan munculnya mingguan Ordine Nuovo. Serikat buruh, kata Gramsci, berjasa dalam mengorganisir secara pertama kali kelas buruh dan perjuangan kelas, namun karena struktur mereka sendiri, mereka tak bisa bekerja demi sebuah tujuan revolusioner, yaitu perebutan kekuasaan. Sayangnya, seluruh pencapaian yang telah dicapai oleh serikat buruh sejauh ini malah membuat tatanan yang ada, hak milik pribadi dihargai. ‘Jam kerja delapan jam per hari, kenaikan gaji, dan keuntungan-keuntungan yang didapat dari undang-undang yang tidak mengancam laba.’ Para pemilik hak milik pribadi yang borjuis tentu saja memiliki cara-cara yang berlimpah untuk memindahkan beban ‘meningkatnya biaya-biaya umum dari produksi industri baik kepada massa cair dalam negeri maupun kepada masyarakat jajahan’. Paham “serikat buruh-isme” telah mengikuti jalan yang dibangun di atas landasan niat baik, namun yang penuh dengan ilusi yang maha besar. Orang tak bisa berharap akan bisa mentransformasi sebuah situasi obyektif dengan cara melakukan reformasi-reformasi kecil-kecilan atau bahkan dengan konsesi-konsesi yang bisa dirampas begitu saja setelah perjuangan berat bulan demi bulan: ‘Kediktatoran proletariat ingin menggulingkan tatanan produksi yang kapitalis, ingin menghapuskan hak milik pribadi, karena hanya dengan ini, eksploitasi atas manusia bisa dihapuskan. Kediktatoran proletariat ingin menghapuskan perbedaan kelas, ingin menghapuskan perjuangan kelas karena hanya dengan begitu emansipasi kelas buruh bisa lengkap.’ Karena itu, adalah perlu untuk berjuang mentransformasi esensi dari serikat-serikat buruh (yaitu dalam hal fokus perjuangan mereka pada isu-isu mengenai ‘roti dan mentega’ saja!), dan menyingkirkan dari posisi kepemimpinan ‘beberapa individu’ (yaitu inteligensia yang terbatas) yang pada saatnya akan bisa melemahkan kehendak massa’. Adalah perlu barangkali untuk memahami bahwa ‘paham “serikat buruh-isme” hanya bisa revolusioner ketika ada kemungkinan gramatikal untuk mengkombinasikan antara dua kata tersebut, yaitu serikat buruh dan revolusioner’.
Orang harus sadar bahwa dalam proses perkembangannya, paham serikat buruh-isme telah memperlihatkan diri sebagai sebuah bagian dari masyarakat borjuis, dan bukan sebagai sebuah perjuangan melawan masyarakat borjuis atau sebagai sebuah cara untuk menaklukkan masyarakat borjuis. Kita harus memulai lagi dari unit yang fundamental, yaitu dari pekerja yang sanggup ‘memahami dirinya sendiri sebagai seorang produsen’, yang sanggup melihat dirinya sendiri sebagai bagian dari proses produksi secara umum, dan yang tak pernah melupakan seluruh saudara sesama buruh, seluruh buruh dan rasa kolektivitas buruh. Maka, adalah perlu untuk menentang bentuk paham serikat buruh yang reformis dan bentuk paham serikat buruh yang revolusioner semu. Paham individualisme dan pribadi harus diatasi, dan adalah perlu untuk memulai sebuah proses historis yang besar dimana di dalamnya massa buruh menjadi sadar akan kesatuannya yang tak terpisahkan yang didasarkan pada produksi, pada aksi kerja yang kongkret, dan memberi bentuk organik terhadap kesadaran ini dengan jalan membangun hirarki bagi dirinya sendiri. Ini merupakan sebuah proses historis yang maha besar yang ‘akan secara tak terelakkan berpuncak dalam kediktatoran kaum proletariat, dalam Komunis Internasional’. Sudah tiba saatnya bagi kelahiran gerakan delegasi bengkel kerja di Turin, kelahiran dewan-dewan pabrik di Turin.. Dan Gramsci sendirilah yang mengkaitkan gerakan ini dengan pengalaman Lenin: ‘Konsepsi sistem dewan-dewan pabrik yang dibentuk di atas dasar massa buruh yang diorganisir sesuai dengan tempat kerja, dengan unit-unit produksi, mengambil inspirasinya dari pengalaman historis yang kongkret kaum proletariat Rusia’.
Gramsci berulang kali menggarisbawahi perbedaan fundamental antara gerakan dewan pabrik dengan bentuk-bentuk serikat buruh yang telah ada lebih dulu, baik yang berwatak reformis maupun revolusioner semu. Jika ‘periode saat ini merupakan periode yang revolsuioner’, maka serikat buruh dan aksi politik dari massa dan para pemimpin mereka haruslah juga berwatak revolusioner. Gerakan dewan-dewan pabrik harus memiliki karakteristik-karakteristik ini, dan menjawab kebutuhan-kebutuhan historis yang baru. ‘Kelahiran dewan-dewan buruh pabrik merepresentasikan sebuah kejadian historis yang besar, merepresentasikan awal dari sebuah era baru dalam sejarah umat manusia. Karena dewan pabrik itulah, proses revolusioner muncul ke permukaan dan memasuki fase dimana di dalamnya dewan pabrik bisa tampil dan membuktikan diri.’ Setiap dewan pabrik harus menjadi unit dari sebuah gerak perkembangan yang akan berpuncak dalam Komunis Internasional. Karakter revolusioner dewan-dewan pabrik itu akan menciptakan sebuah tipe hubungan yang baru antara serikat buruh dan partai, sebuah tipe hubungan yang telah terlihat secara implisit dalam pembentukan dewan-dewan pabrik tersebut: ‘Partai dan serikat buruh tidak boleh memunculkan diri sebagai guru atau sebagai superstruktur yang telah ada sebelumnya dari institusi baru ini, yang merupakan institusi hasil perwujudan kongkret dari proses historis revolusi. Alih-alih, partai dan serikat buruh harus menjadi agen-agen pembebasan yang secara sadar membebaskan diri dari kekuatan-kekuatan penghalang yang dimunculkan oleh Negara borjuis. Partai dan serikat buruh harus berupaya untuk mengorganisir kondisi-kondisi eksternal (kondisi politik) secara umum yang memungkinkan proses revolusioner bisa berkembang dengan paling pesat, yang memungkinkan kekuatan-kekuatan produktif liberal bisa mencapai perluasannya secara paling luas.’
Kutipan di atas telah menimbulkan kontroversi yang tiada henti di kalangan para penafsir Gramsci. Tentu saja Gramsci menegaskan sifat otonomi dari perkembangan dewan-dewan pabrik, baik dalam relasinya dengan serikat buruh maupun dengan partai. Bahkan, dia menempatkan dewan-dewan pabrik di atas keduanya dalam hal arti pentingnya. Peran serikat buruh dan partai haruslah hanya untuk membersihkan berbagai jenis rintangan yang dibuat oleh kaum borjuis dari jalan revolusioner yang dilewati oleh dewan-dewan pabrik. Namun, jangan kita lupakan bahwa Gramsci menulis baris-baris kalimat tersebut ketka dia masih menjadi seorang militan dalam Partai Sosialis, dalam sebuah partai yang semakin menunjukkan sifat parlementer dan reformisnya. Setelah pengalamannya sebagai pemimpin dan sekretaris Partai Komunis, yaitu selama tahun-tahun dia dipenjara, dia menulis sebuah catatan mengenai tema dewan pabrik ini dengan penitikberatan yang sangat berbeda: ‘Haruskah serikat-serikat buruh tunduk pada partai? Adalah kekeliruan jika kita mengajukan pertanyaan semacam itu. Pertanyaan itu harus diletakkan dalam kerangka prinsip berikut: setiap anggota partai, apapun posisi yang dia jabat atau apapun tugas yang dia jalankan, selalu merupakan anggota partai dan selalu tunduk pada kepemimpinan partai. Jadi, tak mungkin ada subordinasi antara serikat buruh dan partai. Jika serikat-serikat buruh telah memilih secara spontan seorang anggota partai sebagai pemimpin mereka, itu berarti bahwa serikat-serikat buruh itu secara sukarela bersedia menerima arahan-arahan dari partai, dan karena itu bersedia secara sukarela menerima (bahkan menginginkan) kontrol partai atas para pemimpin serikat-serikat buruh.’ Rasanya penting bagi kita untuk menggarisbawahi arus ‘satu arah’ dalam pemikiran Gramsci tersebut yang selalu dimulai dari pengakuan secara tegas akan eksistensi dan arti penting partai agar kemudian partai bisa bercabang ke arah-arah lain. Namun, mari kita kembali ke tahun-tahun semasa Gramsci terlibat dalam L’Ordine Nuovo.
Dewan-dewan pabrik, menurut Gramsci, mengandaikan sebuah kematangan politik yang tidak selalu ada dalam strata proletarian dalam masyarakat. Pengalaman Rusia sendiri sangat sering memunculkan disintegrasi dewan-dewan pabrik karena massa petani yang besar jumlahnya, ketika dilibatkan secara paksa dan tergesa-gesa ke dalam proses produktif, tak sanggup mengembangkan sebuah pengelolaan yang mandiri, tak sanggup mengelola sendiri industri. Dewan pabrik haruslah memiliki isi yang original jika dibandingkan dengan gagasan serikat buruh yang lama sehingga perealisasian dewan pabrik yang lengkap dan sempurna hanya akan bisa berlangsung dalam lingkungan-lingkungan yang luar biasa, dimana kaum proletariat telah siap dan sadar serta cukup matang untuk memikul segenap tanggung jawab proses produktif. Dan hal ini bisa demikian karena ‘kami memahami dewan pabrik sebagai sebuah institusi yang sangat original, yang berlokasi secara unik dalam lingkungan-lingkungan yang diciptakan oleh struktur kapitalisme untuk kelas buruh dalam periode historis saat ini. Dewan pabrik merupakan sebuah institusi yang tak boleh dikacaukan dengan serikat buruh, yang tak boleh dikoordinasikan oleh dan disubordinasikan pada serikat buruh. Justru, sejak kemunculan dan perkembangannya, dewan pabrik-lah yang akan menentukan perubahan-perubahan radikal dalam struktur dan bentuk serikat buruh.’ Relasi antara dewan pabrik dan serikat buruh sulit dan akan tetap sulit karena sementara serikat buruh tidak mempersoalkan dunia industri dimana di dalamnya dia tumbuh, ‘Dewan pabrik merupakan negasi atas keabsahan dunia industri yang cenderung ingin dihancurkannya dalam setiap bentuknya. Dewan pabrik secara terus-menerus berkecenderungan membawa kelas buruh pada perebutan kekuasaan industrial, mengubah kelas buruh menjadi sumber kekuasaan industrial.’ ‘Dalam situasi Italia,’ yang terjadi justru sebaliknya, ‘pejabat serikat buruh memandang keabsahan dunia industri sebagai sesuatu yang permanen.’
Pada bulan Juli 1920, Gramsci mengirimkan sebuah laporan mengenai gerakan dewan pabrik di Turin kepada Komite Eksekutif Komunis Internasional. Setelah menggarisbawahi bahwa ‘yang menjadi kepala dari gerakan pembentukan dewan-dewan pabrik ialah kaum komunis yang menjadi anggota cabang dari Partai Sosialis dan organisasi-organisasi serikat buruh’, kata Gramsci secara panjang lebar mengenai pembentukan dewan-dewan pabrik dan mengenai antusiasme yang muncul sebagai dampak atas pembentukan dewan-dewan pabrik di kalangan buruh di Turin. Apa yang terasa penting ialah bahwa karena ada kemungkinan bahwa pembahasannya akan menjadi ‘bersifat teknis’, maka laporan Gramsci itu diperluas mencakup seluruh tema fundamental dari perjuangan politik. Termasuk di dalamnya pengakuan terhadap adanya ‘kebutuhan akan kedisiplinan dan kediktatoran’, dan sebuah pernyataan bahwa kelompok Ordine Nuovo selalu berusaha mengikuti ‘prinsip bahwa pembentukan daftar calon harus dilakukan di kalangan massa kelas buruh dan bukan dari puncak birokrasi serikat buruh’. Kelompok itu juga memandang penting problem ‘pengalihan perjuangan serikat buruh dari medan korporatis dan reformis yang dangkal ke arena perjuangan revolusioner untuk merebut kontrol atas produksi dan untuk mendirikan kediktatoran kaum proletariat’.
Dalam perluasan yang dilakukan Gramsci terhadap tema-tema ini, dalam penyelidikannya mengenai sebab-sebab mendalam dari pilihan-pilihan keputusannya, terdapat dorongan kuat untuk menguji diri yang mungkin akan menimbulkan pengalaman pahit bagi seluruh kelas buruh Italia. Menurutnya, hanya dengan ini, kita akan mungkin bsa memahami sebab-sebab terjadinya kesalahn-kesalahan yang telah dilakukan oleh gerakan buruh. Hanya dengan begitu, menjadi mungkin bagi kita untuk memahami bahwa ‘ketidaksepakatan antara kaum revolusioner dan kaum reformis mengenai tugas-tugas serikat-serikat buruh merupakan ketidaksepakatan antara birokrasi serikat buruh -yang telah memusatkan seluruh fungsi politik organisasi buruh dalam dirinya- dengan massa yang terorganisir’. Argumen ini diajukan secara tajam untuk melawan para pemimpin Konfederasi Buruh (CGL), melawan ‘kaum mandarin’, melawan semua birokrat dan pejabat serikat buruh. Kadangkala muncul kecurigaan, kata Gramsci, bahwa CGL hanya ada untuk menaikkan gaji para pejabatnya, untuk melapangkan jalan ‘bagi kecongkakan rendah para pejabat CGL yang ingin menaikkan diri mereka sendiri ke puncak piramid dari dua juta buruh yang terorganisir, dan yang ingin berkata secara angkuh: kami, beberapa individu, sama besarnya dengan dua juta orang dan kami harus dianggap sebagai wakil-wakil dari dua juta orang itu’. Karena dipimpin oleh kaum reformis, CGL bukan saja telah menanggalkan jalan paham serikat buruh revolusioner, namun bahkan secara aktual kehilangan kemampuannya untuk mengimplementasikan corak politik ‘roti dan mentega’ yang telah mereka tunjukkan secara demikian efisien di masa lalu. Sebagai misal, harga roti kemudian menjadi naik. Kaum komunis harus mengakui bahwa inilah realitas yang ada dan memandang CGL sama seperti organsasi borjuis lainnya, ‘yaitu sebagai sebuah organisasi dimana kekuasaan tak akan bisa dimenangkan dengan cara-cara yang konnstitusional’. Perjuangan bagi pembentukan dewan-dewan pabrik ini akan memungkinkan mayoritas untuk meraih kemenangan dalam tubuh CGL, namun untuk mencapai tujuan ini, adalah perlu untuk membentuk dan mengembangkan dewan-dewan pabrik ‘yang merupakan perjuangan spesifik dari Partai Komunis’. Adalah perlu untuk tahu bagaimana meyakinkan massa serikat buruh bahwa para pemimpin mereka tak lagi menjadikan perjuangan kelas sebagai tujuan, tak lagi memandang kaum borjuis, namun justru kaum komunis-lah, sebagai musuh yang harus dilawan, dan tak lagi mewakili massa. Hal inilah yang harus selalau diklarifikasi dan dielaborasi secara lebih seksama demi kepentingan-kepentingan kesadaran proletarian.
‘Kaum mandarin’ dalam tubuh serikat buruh tak lagi berniat untuk melawan penyebaran fasisme. Namun, anehnya mereka malah terpilih untuk mengorganisir kekuatan-kekuatan kelas buruh dan mengorganisir perlawanan kaum proletariat. Maka, sejak itulah, para pejabat dari birokrasi baru ini bukannya menjadi pejuang-pejuang kelas buruh. Mereka tak lagi berhasil dalam beraksi melawan serangan-serangan pihak majikan. Bahkan jika ‘para pekerja FIAT adalah manusia-manusia yang berdarah-dan-berdaging, perlawanan dan semangat pengorbanan mereka tak boleh disalahgunakan dan mereka harus diperlakukan seperti layaknya manusia-manusia yang nyata’. ‘Optimisme revolusioner kita harus selalu dikuatkan oleh visi realitas manusia yang sangat pesimistik ini, dan kita harus selalu memperhitungkan hal ini.’ Bahkan jika perjuangan itu berlangsung kejam, kaum revolusioner harus menggunakan setiap energinya untuk memulihkan kehendak revolusioner massa dan menyelamatkan mereka dari pengaruh buruk kaum reformis dan para pengkhianat. ‘Pesimisme kita boleh menguat, namun kehendak kita tak boleh lenyap.’

Bookmark & Share:

0 komentar:

Mp3 music player

  ©Template by Dicas Blogger.