Kamis, 19 Juni 2008

Holcomb terletak di dataran tinggi kansas barat, sebuah kawasan sepi yang disebut penduduk Kansas yang lain sebagai “nun jauh di sana”. Sekitar tujuh puluh mil di perbatasan Colorado, di pedesaan, dengan langit biru tua dan udara padang pasir yang cerah, beratmosfir lebih menyerupai Far West dari pada Middle West. Aksen lokal dihiasi dengan sengau peternakan ala gurun pasir, dan para prianya, banyak diantara mereka yang memakai celana pendek berujung ketat, topi Stetson, dan sepatu bot berhak tinggi dengan ujung tajam...” (hal 2)
Ditempat sepi itulah, Herbert William Clutter bersama istri dan kedua anaknya tinggal. Sedangkan kedua anaknya yang lain yaitu Eveanna, anak pertama. Tinggal di Illinois Timur bersama suaminya. Sedangkan Beverly, anak kedua, berada di Kansas City, belajar menjadi seorang perawat.
Herbert Clutter adalah petani kaya lulusan Universitas Kansas dan menjabat sebagai ketua Konfrensi Organisasi Pertanian Kansas. Selama pemerintahan Eisenhower ia menjadi anggota Dewan kredit Pertanian Federal. Kendati tidak semakmur Mr. Taylor Jones-orang terkaya di Holcomb. Namun ia adalah orang yang paling dikenal di Holcomb maupun Garden City, tempat ia mengepalai komite pembangunan First MethodisT Chruch, bangunan senilai delapan ratus ribu dolar.
Pada suatu pagi yang sepi dan tenang, pertengahan November 1959. Empat tembakan senapan merenggut nyawa Herbert Clutter; istrinya, Bonnie; dan kedua anaknya Nancy dan Kenyon.
Tidak ada petunjuk apa pun yang ditinggalkan oleh pembunuh, bagaikan asap yang mengepul di udara yang kemudian hilang tanpa jejak. Sehingga pihak yang berwajib setempat sulit melacaknya. Bagi masyarakat sekitar, kejadian ini tampak tidak masuk akal. Terutama karena Keluarga Clutter adalah tipe keluarga harmonis yang tidak memiliki musuh.
Sekitar 6 minggu kemudian, pembunuhnya tertangkap di Las Vegas. Mereka adalah Perry Smith dan Dick Hickock, para residivis yang sedang dalam masa pembebasan bersyarat. Dikisahkan, Dick Hickock dan Perry Smith adalah dua orang yang masing-masing tidak berguna, namun akhirnya mereka bersama menjadi penjahat yang kejam.
In Cold Blood yang diterjemahkan dari judul aslinya: In Cold Blood: A True Account of a Multiple Murder and Its Consequences, tak sekadar mengisahkan pembunuhan empat keluarga petani di Holcomb, Kansas. Namun ada sentuhan-sentuhan emosional yang membuat kita digiring untuk tak segera meletakkan buku ini sebelum melahap halaman demi halaman. Ada pula “sengatan-sengatan” kecil yang membuat kita selalu terkejut. Sungguh sebuah kisah klasik yang ditulis dengan gaya luar biasa. Intrik, motivasi pembunuhan, alur cerita, dan gaya bahasa Capote akan mengikat kita terus-menerus. Bahkan meskipun tebalnya mencapai 476 halaman, kita akan menikmati untuk membacanya.
Novel In Cold Blood adalah kisah nyata, Non fiksi. Namun ketika membaca novel tersebut seakan-akan membaca novel fiksi. Semuanya mengalir dan penuh dengan detail. Baca misalnya pada halaman 149 “Mobil itu diparkir di sebuah semenanjung tempat Perry dan Dick singgah untuk berpiknik. Saat itu tengah hari. Dick memindai pemandangan melalui sepasang keker. Pegunungan. Elang-elang berputar-putar di langit yang putih. Sebuah jalanan berdebu menggelinding ke dalam dan ke luar desa yang putih berdebu….”
Gaya berceritanya sangat objektif serta berdasarkan observasi dan wawancara langsung, justru bisa membuat kita bersimpati kepada pihak-pihak yang terlibat. Ditambah lagi, Truman Capote menyajikan cerita ini dari berbagai sudut pandang, bahkan orang-orang lain yang tampak tidak memiliki hubungan dengan pembantaian tersebut. Dengan kata lain, dalam karya yang disebutnya sebagai novel non-fiksi ini, semua orang adalah Para Tokoh Utama.
Awal mulanya, peristiwa tersebut dimuat di The New York Times. Artikelnya pendek, lebih sebagai berita sekilas, jauh dari kesan bombastis, jauh dari tampilan judul-judul peristiwa kriminal yang biasa kita lihat Intinya, hari itu menurunkan berita kecil pembunuhan, ada yang mati.
Capote membaca berita tersebut. Bagi Capote, inilah saatnya mengabadikan peristiwa pembunuhan itu. Dia ingin, seperti ucapannya, membikin sebuah karya baru, dalam bentuk novel-nonfiksi, memakai gaya sastra namun berdasarkan kejadian sesungguhnya dengan meliput kejadian tersebut. Inilah kelahiran In Cold Blood yang legendaris itu. Sebuah karya monumental. Sebuah genre baru dalam jurnalisme.
New Yorker mendanai proyek liputan Capote ini. Saat itu William Shawn adalah redaktur pelaksana New Yorker. Dia menggantikan posisi yang sebelumnya dipegang Harold W. Ross. Ross adalah orang yang pertama membidani kelahiran New Yorker. Dia meninggal 5 Desember 1951. Shawn menggantikan posisi Ross pada 21 Januari 1952.
Capote adalah seorang kontributor New Yorker yang paling kreatif dalam sejarah panjang riwayat majalah tersebut. Capote kemudian menghubungi Harper Lee untuk membantu liputan tersebut. Di sinilah awal bagaimana Harper Lee menjadi asisten Capote untuk kelahiran In Cold Blood.
Namun In Cold Blood adalah karya yang panjang usianya dibanding umur si penulisnya. Ada perdebatan, kabar angin, pandangan baru, di samping kesuksesan yang mengikutinya. Ada juga tanggapan dari Harper Lee. Kita menemukan ini pada biografi Lee karya Shields.
Shields mengulas fakta yang berkembang, suatu desas-desus, bahwa Lee marah ketika Capote membagi persembahan In Cold Blood pada Jack Dunphy, setelah kontribusinya yang cukup besar atas lahirnya buku tersebut. Lee pasangan kerja yang amat membantu Capote. Lee tak sekadar memerlancar jalan Capote mengetahui detail atmosfer suasana persidangan kasus pembunuhan itu, yang digelar di Pengadilan Finney County, Garden City, Kansas, dari 22 sampai 29 Maret 1960. Bagaimanapun Lee paham betul seluk-beluk peradilan meski dia tak sampai menamatkan studi hukumnya.
Capote memberi pujian pada Lee yang “amat membantu” dalam “menjalin hubungan dengan para istri dan orang-orang yang saya temui untuk liputan In Cold Blood”. Seratus lima puluh halaman catatan yang dikerjakan Lee dari Kansas diperlihatkan pada Capote. Lee mengatur wawancara liputan ini dan Capote sendiri meneliti langsung rumah korban keluarga petani tersebut.
Lee berani menawarkan agar Capote mengambil sudut pandang yang lebih gelap terhadap keluarga Clutter, sebelum Capote memulai terjun sendiri ke lokasi liputan. Lee meyakinkan Capote bahwa keluarga Clutter orang-orang yang sulit; Bonnie, ibu keluarga ini, “salah seorang wanita yang paling menyedihkan”, gugup, obat-obatan generik telah merusaknya, sudah tak memiliki perasaan lagi dengan suaminya saat di tempat tidur. Sementara kedua anak mereka, terutama Nancy Clutter, gadis remaja yang perfeksionis tapi juga memiliki kepribadian kaku dan tamak serta kesan yang tertutup.
Namun Capote, dalam penulisannya, lebih mengupas kehidupan dua pelaku pembunuhan tersebut. Membedah semacam misteri psikologis kedua pembunuh itu. Di sisi berlawanan, Capote tak banyak menjelaskan keluarga Clutter, lebih sebagai keluarga petani yang ideal dan sejahtera. Intinya, Capote menempatkan posisi In Cold Blood sebagai kisah pergelutan antara baik dan jahat, menjadikan peristiwa pembunuhan ini sebagai masalah yang sederhana.
Dalam penulisannya, Capote lebih mengupas kehidupan dua pelaku pembunuhan tersebut. Membedah semacam misteri psikologis kedua pembunuh itu. Di sisi berlawanan, Capote tak banyak menjelaskan keluarga Clutter, lebih sebagai keluarga petani yang ideal dan sejahtera. Intinya, Capote menempatkan posisi In Cold Blood sebagai kisah pergelutan antara baik dan jahat, menjadikan peristiwa pembunuhan ini sebagai masalah yang sederhana.
In Cold Blood, dimuat di majalah The New Yorker, sebagai cerita bersambung. Novelnya diterbitkan pada tahun 1966, setahun setelah Perry dan Dick dihukum gantung. Novel yang ditulis oleh Truman Capote ini memberikan sumbangan besar bagi dunia jurnalisme.

Bookmark & Share:

0 komentar:

Mp3 music player

  ©Template by Dicas Blogger.